Rabu, 11 Maret 2009

Refleksi Perkuliahan Pendahuluan Filsafat

Idol
Industri televisi di Indonesia sekarang hanya mementingkan selera pasar dan meraup keuntungan besar dari situ tanpa mengindahkan aspek mendidik. Disadari atau tidak, masyarakat kita cenderung dibodohi oleh tontonan di televisi. Yang memprihatinkan, justru acara tersebut diputar pukul 19.00-21.00. Hampir selalu saya perhatikan, di kampung, rumah tetangga, kantor, warung kopi, di mana-mana, acara idol-idol-an makin semarak dengan peminat penonton yang tidak sedikit. Indonesian Idol, misalnya. Ini sangat membuat saya penasaran. Sehingga, saya mencari tahu dari mana asal mula acara yang diadopsi dari American Idol tersebut. Hasilnya, ternyata kata “idol” itu berasal dari bahasa Ibrani yang artinya adalah berhala. Kalau sudah begini, terus bagaimana? Menurut saya, ini jelas merupakan suatu pembodohan.

Ruang Lingkup Filsafat
Poedjawijatna (Pembimbing ke alam filsafat, 1974:11), mendefenisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Filsafat terdiri atas tiga cabang yaitu : Ontologi, epistemologi dan aksiologi.

 Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
Salah satu filsafat yang masih baru ialah filsafat perenial, adalah filsafat yang dipandang dapat menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki, menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup benar, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi benar spiritualitas manusia. Pembicaraan mengenai objek utama filsafat perennial tentu akan sulit bila tidak dihubungkan dengan alam ciptaan Tuhan. Filsafat perennial melihat dua kecenderungan dalam manusia, yaitu Aku-Objek yang bersifat terbatas dan Aku-subject yang dalam kesadarannya tentang keterbatasan ini mampu membuktikan bahwa dalam dirinya sendiri ia bebas dari keterbatasannya. Filsafat perenial bukan berarti tidak menghargai akal. Namun dalam menghargai akal itu yang dihargai ialah orang yang menggunakannya bukan pada kemampuan akal itu.
Filsafat perennial bukan berarti tidak menghargai akal. Namun dalam menghargai akal itu yang dihargai ialah orang yang menggunakannya bukan pada kemampuan akal itu. Etika adalah kumpulan petunjuk untuk mengefektifkan usaha transformasi diri yang akan memungkinkan untuk mengalami dunia dengan cara baru. Isi etika adalah bentuk-bentuk kerendahhatian, kedermawanan, ketulusan.

 Epistemologi, bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
Epistemologi Filsafat mempelajari tiga hal yaitu objek filsafat, cara memperoleh filsafat dan ukuran kebenaran filsafat. Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang ditelitinya. Cara memperoleh filsafat ialah berfikir. Locke telah meneliti akal, ia berkesimpulan bahwa yang dapat kita ketahui ialah materi karena itu materialisme harus diterima. David hume berkesimpulan bahwa jiwa itu bukan substansi, suatu organ yang memiliki idea-idea, jiwa sekedar suatu nama yang abstrak untuk menyebut rangkaian idea. Untuk memperoleh pengetahuan filsafat ialah berfikir dengan akal, kerja akal ialah berfikir secara mendalam untuk menghasilkan filsafat. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis terlihat dari argument yang menghasilkan kesimpulan. Argumen menjadi kesatuan dengan konklusi.

 Aksiologi, membicarakan guna pengetahuan itu.
Disini akan diuraikan dua hal, yaitu kegunaan pengetahuan filsafat dan kedua cara filsafat menyelesaikan masalah. Untuk mengetahui kegunaan filsafat kita dapat melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, filsafat sebagai metode pemecahan masalah dan filsafat sebagai pandangan hidup. Mempelajari filsafat sebagai kumpulan teori sangat penting karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Filsafat sebagai metode pemecahan yaitu filsafat digunakan sebagai satu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal, selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Filsafat sebagai pandangan hidup sama dengan agama, dalam hal yang sama mempengaruhi sikap dan tindak penganutnya.

Hermeneutika
Kata Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermenuein, harmenus yang berarti penafsiran, ungkapan, pemeberitahuan, terjemah. Ia diambil dari kata hermes, utusan para dewa dalam mitologi Yunani. Dengan demikian, hermeneutika ala mitologi Yunani adalah upaya mendapatkan kebenaran hakiki melalui ucapan-ucapan Hermes yang sifatnya sangat terbatas (tidak mutlak kebenarannya).
Ada banyak macam-macam hermeneutika, namun menurut Fahrudin Faiz dalam bukunya Hermeneutika Al-Qur`an (2005), ada tiga tipe hermeneutika. Pertama, hermeneutika sebagai cara untuk memahami. Contoh tokohnya adalah Schleiermacher, Dilthey, dan Emilio Betti. Kedua, hermeneutika sebagai cara untuk memahami suatu pemahaman. Tokohnya semisal Heidegger (w. 1976) dan Gadamer. Ketiga, hermeneutika sebagai cara untuk mengkritisi pemahaman. Tokohnya semisal Jacques Derrida, Habermas, dan Foucault. (Faiz, 2005:8-10).

Tokoh Hermeneutika
Menurut Palmer (2005), Sumaryono (1999), dan Rahardjo (2007), beberapa tokoh yang mempunyai peran besar dalam perkembangan hermeneutika, yaitu pertama Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768 -1834), tokoh hermeneutika romantisis, ia yang memperluas pemahaman hermeneutika dari sekedar kajian teologi (teks bible) menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat. Kedua, Wilhelm Dilthey (1833 -1911), tokoh hermeneutika metodis, berpendapat bahwa proses pemahaman bermula dari pengalaman, kemudian mengekspresikannya. Ketiga, Edmund Husserl (1889-1938), tokoh hermeneutika fenomenologis, menyebutkan bahwa proses pemahaman yang benar harus mampu membebaskan diri dari prasangka, dengan membiarkan teks berbicara sendiri. Keempat, Martin Heidegger (1889 -1976), tokoh hermeneutika dialektis, menjelaskan tentang pemahaman sebagai sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi. Kelima, Hans -Georg Gadamer (1900 -2002), tokoh hermeneutika dialogis, baginya pemahaman yang benar adalah pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis. Artinya , kebenaran dapat dicapai bukan melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. Keenam, Jurgen Habermas (1929), tokoh hermeneutika kritis, menyebutkan bahwa pemahaman didahului oleh kepentingan. Ketujuh Paul Ricoeur (1913) yang membedakan interpretasi teks tertulis dan percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup pengarang, tetapi juga menurut pengertian pandangan hidup dari pembacanya. Kedelapan, Jacques Derrid a (1930), tokoh hermenutika dekonstruksionis, mengingatkan bahwa setiap upaya menemukan makna selalu menyelipkan tuntutan bagi upaya membangun relasi sederhana antara petanda dan penanda. Makna teks selalu mengalami perubahan tergantung konteks dan pembacanya.

Karakteristik Metode Hermeneutika
Beberapa karakteristik dari metode panafsiran yang sekarang sedang marak :
1. Metode hermeneutika adalah metode penafsiran teks atau penafsiran kalimat sebagai symbol. Materi pembahasannya meliputi dua sector yaitu pertama perenungan filsofis tentang dasar-dasar dan syarat-syarat konstruksi pemahaman. Kedua pemahaman dan penafsiran teks itu sndiri melalui media bahasa.
2. Metode hermeneutika adalah metode yang mendasarkan pada pengkompromian filsafat dan kritik sastra. Memahami teks sastra, seni, agama atau sejarah adalah paya memahami realitas melalui bahasa atau bentuk keindahan. Keberadaan bentuk ini menjadikan proses pemahaman menjadi mungkin, fleksibel dan lestari.
3. Kalau boleh dikatakan bahwa kritik sastra bersifat normatif dan deskriptif maka metode hermeneutik adalah metode pamungkas. Sebab yang di capai oleh hermeneutic adalah makna terdalam atau nilai dari suatu teks.
4. Metode hermeneutika adalah metode penafsiran individual tapi melebur dengan yang lain. Sebab metode ini mengkompromikan antara historis dan ahistoris, antara individu satu dengan individu yang lain, antara makna lahir dan makna yang tersembunyi.
5. Metode hermeneutika mempunyai 2 ciri utama, yaitu optimis dan liberal.
6. Metode hermeneutika bisa pula dikompromikan dengan ilmu fisika.

Belajar Fisafat
Kata “filsafat” dipandang sebagian (kebanyakan) orang sebagai sebuah ilmu yang membingungkan, sesuatu yg sangat relatif, atau mungkin juga sesuatu yang tidak berguna karena hanya akan membuang waktu dan pikiran. Berdasarkan pengalaman saya, teman yang sebaya dengan saya, masih sangat sulit untuk mau memahami dan belajar filsafat.
Bahkan, mungkin saja seseorang dijauhi oleh teman-teman yang sangat fanatik pada ajaran agamanya karena seseorang itu selalu mempertanyakan ajaran agamanya itu sendiri. Seseorang itu mungkin dianggap gila dan atheis oleh beberapa rekan yang lain. Bagaimana tidak, dengan lancangnya berani mempertanyakan bahkan meragukan sesuatu yang selama ini telah mendarah daging dalam peradaban manusia. Mereka menganggap, orang seperti itu, yg selalu mempertanyakan substansi ritus agama, adalah sesuatu yg berbahaya, yang dapat meracuni pikiran mereka. Mungkin mereka takut jika orang itu menggoyang keyakinan yang selama ini mereka pegang.
Mungkin filsafat itu dianggap terlihat sulit dan tidak berguna. Bagaimana tidak, filsafat itu selalu mempertanyakan sesuatu yang tidak lazim dipertanyakankan. Tapi yang mengherankan, secara tidak sadar kalian pasti sering menggunakan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena filsafat sangat dekat dan identik dengan kehidupan sehari-hari. Jika kalian pernah mempertanyakn asal-usul diri kalian, itu sama saja sudah berfilsafat, atau mungkin kalian pernah mempertanyakan tujuan hidup di dunia ini ? Nah, itu salah satu bentuk berfilsafat. Itu juga yang menyebabkan ilmu filsafat dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu yg lain. Bisa dibilang, filsafat merupakan tingkatan tertinggi dalam sejarah intelektualitas manusia.
J.G. Fichte, salah satu filsuf transedental idealisme dari Jerman, pernah mengatakan, “ Kembalilah pada dirimu sendiri; alihkan perhatianmu dari segala sesuatu yang ada di sekitarmu dan arahkan pada kehidupan batinmu; ini adalah syarat pertama yang dituntut filsafat pada muridnya”. Yang pasti, sulit atau tidaknya berfilsafat tergantung darimana sudut pandang orang itu. Sama halnya jika orang menganggap berbicara itu mudah, coba saja tanya pada orang yang pemalu, apa iya bicara itu akan terlihat mudah bagi orang tersebut ?

Seulas Kata Tentang Hakekat Manusia
Sebagai umat muslim, hendaknya kita cenderung kepada filsafat dalam Islam, yang meyakini bahwa manusia memiliki tiga komponen, “Jasmani, Rohani dan Akal”. Ketiga komponen tersebut akhirnya akan kembali kepada sang khaliq untuk mempertanggungjawabkan kinerja ketiga komponen dari hakikat manusia di akhirat kelak. Meskipun Imanuel Kant meyakini bahwa rohani sulit dijelaskan, karena dalam manusia ada instansi lain yaitu “rohani” yang sulit dijelaskan seperti halnya malaikat. Karena dalam Islam malaikat bisa diyakini dengan hati dalam agama. Sementara filsafat tidak meyakini adanya akal untuk berpikir dalam meyakini adanya sesuatu hal yang sifatnya gaib atau supranatural.
Manusia sebagai wujud dari komponen Jasmani, Rohani, dan Akal merupakan makhluk yang memiliki pemikiran yang masuk akal. Karena manusia memiliki tiga inti yang harus dipersiapkan untuk dididik. Dalam Islam tiga hal yang esensial merupakan modal utama dalam mempersiapkan manusia yang sempurna dunia akhirat. Hal yang sangat mendasar dalam mempersiapkan manusia yang sempurna menurut konsep Islam adalah “Pendidikan”. Dengan pendidikan manusia menjadi sadar akan fungsi dan tugas dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga faham tentang hakikat hidup.
Adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Logikanya “rohani” merupakan inti yang paling tepat untuk didahulukan dalam mendapatkan pendidikan.
Mengomentari masalah “Antinomi”, sebenarnya tidak ada ujungnya. Sama halnya ketika seseorang berfilsafat, penuh dengan argumen yang tidak ada ujungnya. Dalam istilah “Antinomi” keberadaan Tuhan identik dengan ruang dan waktu. Jika demikian kedudukan tuhan sama dengan ruang dan waktu, karena dalam filsafat ruang dan waktu itu tidak terbatas. Sementara dalam konsep Islam, ruang itu adalah makhluk, waktu juga merupakan makhluk Tuhan, posisinya sejajar dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sehingga ruang dan waktu dikendalikan oleh sang Khaliq, dan setiap makhluk harus tunduk terhadap aturan baku dari sang Khaliq. Meskipun manusia diberi kebebasan dalam merubah ketentuan yang telah ditentukan Tuhan dalam hidupnya dengan menggunakan akal dan pikirannya sebagai kerjasama antara jasmani dan rohani dalam memberikan yang terbaik untuk diri dan Tuhannya melalui Pendidikan.
Dari uraian diatas, saya menyimpulkan bahwa dalam berfilsafat berarti kita sedang berolah pikir, dimana kita dapat mempertanyakan tentang apapun, bahkan dari hal yang sangat sepele. Akan tetapi kita juga harus tetap berpegang teguh dengan keyakinan kita, yaitu keberadaan Tuhan sebagai sang pencipta. Jadi, meskipun kita berfilsafat tetapi kita juga harus tetap menjaga keyakinan kita terhadap Tuhan. Haruslah seimbang antara hati dan pikiran kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar